Sebelum kita membahas Nanopore Sequencing, kita akan akan membahas terlebih dahulu terkait malaria. Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, terutama di Afrika sub-Sahara. Diperkirakan terjadi 247 juta kasus malaria dan 619.000 kematian pada tahun 2021, dengan 76% kematian terjadi pada anak di bawah 5 tahun dan 95% di Afrika. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi dengan mengganggu layanan pengendalian malaria.
Salah satu tantangan utama dalam pengendalian malaria adalah resistensi obat. Parasit Plasmodium falciparum, penyebab utama malaria, telah mengembangkan resistensi terhadap hampir semua obat antimalaria yang saat ini digunakan. Hal ini membutuhkan pemantauan resistensi obat secara rutin dan efektif agar dapat mengembangkan strategi pengendalian yang tepat.
Nanopore sequencing merupakan teknologi baru yang berpotensi untuk merevolusi pemantauan resistensi obat malaria. Teknologi ini menawarkan beberapa keunggulan ketimbang metode tradisional, seperti kecepatan, akurasi, dan portabilitas.
Dalam sebuah penelitian terbaru yang terbit dalam jurnal Nature Microbiology, para ilmuwan berhasil mengembangkan metode nanopore sequencing untuk mendeteksi penanda resistensi obat dan keragaman target vaksin pada Plasmodium falciparum di Ghana. Para peneliti menganalisis 196 sampel klinis dan menemukan bahwa:
- Parasit Plasmodium falciparum di Ghana sebagian besar masih rentan terhadap klorokuin, obat antimalaria yang murah dan efektif.
- Resistensi terhadap sulfadoksin-pirimetamin masih persisten.
- Belum ada penemuan bukti resistensi artemisinin, obat antimalaria lini pertama yang paling ampuh.
- Terdapat berbagai polimorfisme nukleotida tunggal pada protein Circumsporozoite (CSP), salah satu target utama vaksin malaria. Signifikansi dari polimorfisme tersebut masih belum jelas.
Penelitian ini menunjukkan bahwa nanopore sequencing dapat menjadi alat yang dapat menjadi andalan dalam pemantauan resistensi obat dan target vaksin malaria di negara-negara endemis. Keunggulan teknologi ini, seperti kecepatan dan portabilitas, membuatnya sangat ideal untuk diterapkan di lapangan, sehingga memungkinkan deteksi dini dan respons yang cepat terhadap perubahan resistensi obat.
Meskipun penelitian ini memberikan hasil yang menjanjikan, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi dan memperluas temuan ini. Selain itu, perlu pendekatan yang lebih hemat biaya untuk membuat nanopore sequencing lebih mudah aksesnya di negara-negara endemis.
Nanopore Sequencing dari Oxford Nanopore Technologies
Nanopore sequencing adalah teknologi sekuensing generasi ketiga yang menggunakan pori-pori protein alami untuk memisahkan dan mendeteksi asam nukleat (DNA atau RNA). Teknologi nanopore sequencing merupakan produk hasil pengembangan perusahaan asal Inggris, Oxford Nanopore Technologies (ONT). ONT telah mengembangkan berbagai perangkat nanopore sequencing, mulai dari perangkat portabel berukuran saku hingga perangkat skala besar untuk sekuensing skala besar.
Baca juga: CD56 Berperan Penting dalam Aktivasi Sel NK dan Respons Imun Terhadap Infeksi Virus
Keunggulan nanopore sequencing daripada metode sekuensing tradisional antara lain:
- Kecepatan: Nanopore sequencing dapat menghasilkan data sekuensing dalam waktu yang singkat, hanya dalam hitungan menit atau jam.
- Akurasi: Nanopore sequencing memiliki akurasi yang tinggi, bahkan untuk sekuensing DNA atau RNA yang panjang.
- Portabilitas: Perangkat nanopore sequencing yang portabel memudahkan anda untuk running di mana saja, bahkan di lapangan.
Dengan terus mengembangkan dan menerapkan teknologi seperti nanopore sequencing, kita dapat meningkatkan kemampuan kita untuk memantau dan merespons resistensi obat malaria, dan pada akhirnya membantu untuk mengendalikan penyakit ini dan menyelamatkan nyawa.
Advisains dapat memfasilitasi diskusi lebih lanjut mengenai product ONT. Sampaikan Kebutuhan Riset Anda Tim advisor spesialis kami sangat antusias mendukung keberhasilan riset dan aplikasi rutin Anda. Chat sekarang (+62 817 9154 607/info@advisains.id).
Referensi: nature microbiology Article https://doi.org/10.1038/s41564-023-01516-6